February 25, 2011

Bau ruang angkasa seperti steik?

Ruang angkasa ternyata memiliki bau yang kebanyakan bersumber dari bintang yang hampir mati. Campuran asap solar, logam panas, dan wangi barbeque, kira-kira seperti itulah bau dari ruang angkasa. Campuran bebauan dari bintang yang mati itu disebut dengan polycyclic aromatic hydrocarbons.

Menurut Penemu dan Direktur Laboratorium Astrofisika dan Astrokimia, Pusat Penelitian Ames NASA, Louis Allamandola, molekul-molekul tersebut sepertinya berada di seluruh ruang angkasa. “Molekul tersebut juga melayang di sana selamanya, di dalam komet, meteor, dan debu angkasa,” tambahnya. Hidrokarbon itu bahkan disebut-sebut sebagai bentuk awal kehidupan di bumi ini. Karena itulah, hidrokarbon itu dapat ditemukan pada batu bara, minyak, dan bahkan makanan.

Astronaut seringkali melaporkan bahwa mereka mencium bau dari steik bakar setelah mereka berjalan di ruang angkasa. Walaupun manusia tidak bisa menghirup bebauan di ruang angkasa, saat astronaut berada di luar stasiun ruang angkasa, senyawa dan komponen antariksa menempel pada baju mereka dan ikut masuk ke dalam stasiun.

Bau ruang angkasa tercium dengan jelas saat tiga tahun yang lalu, NASA memerintahkan Steven Pearce, pembuat wewangian Omega, untuk kembali dan menciptakan bau yang cocok untuk simulasi.
Allamandola menjelaskan bahwa sistem tata surya kita baunya tajam dan pedas, karena kaya akan karbon dan rendah oksigen. Analoginya sama dengan mobil. Jika kekurangan oksigen di dalam mobil, maka akan terlihat jelaga hitam dan bau busuk. Bintang yang kaya oksigen tercium seperti arang yang terpanggang. Saat nanti kita dapat meninggalkan galaksi, baunya akan semakin menarik. Di dalam ruang angkasa yang gelap, molekul penuh debu, dari bau gula manis hingga bau telur busuk dan belerang akan tercium. (Arief Sujatmoko, Popsci)

 Source : nationalgeographic

February 22, 2011

Kata Pakar: Bumi, pada 2050, Makin Sulit Dikenali

WASHINGTON - Populasi yang terus bertumbuh terus bersaing berebut sumber-sumber daya yang makin langka saja. Melihat kecenderungan itu, peneliti di sebuah konferensi sains di AS, pekan lalu, meramalkan pada 2050 nanti, dunia sudah 'tak bisa dikenali'.

PBB sudah memprediksi populasi dunia tahun ini akan mencapai angka 7 milyar penduduk, dan menuju 2050, angka itu meningkat ke 9 milyar. "Hampir semua pertumbuhan penduduk terjadi di negara-negara miskin, sebagian di Afrika dan di Asia Selatan," kata John Bongaarts, wakil lembaga nirlaba Population Council.
Untuk memberi makan milyaran mulut itu, tentunya bumi harus diperah lebih keras. "Dalam 40 tahun mendatang, kita harus memproduksi jumlah makanan yang sama dengan yang kita konsumsi selama 8000 tahun ke belakang," kata Jason Clay dari World Wildlife Fund (WWF) di konferensi tahunan American Association for the Advancement of Science (AAAS) itu.
Bila tren sekarang ini berlanjut, "Pada 2050 nanti, sisa planet ini tak lagi kita bisa kenali," kata Clay.
Pembengkakan populasi menimbulkan berbagai masalah, seperti penipisan sumber daya. Di sisi lain, pendapatan diperkirakan meningkat selama 40 tahun ke depan. Secara global, pendapatan akan meningkat tiga kali lipat. Di negara-negara berkembang bahkan berlipat lima.
Seiring naiknya pemasukan, orang cenderung akan naik pula di susunan rantai makanan. Mereka, kata para ahli, mengonsumsi lebih banyak daging dibanding masa-masa ketika mereka berpenghasilan lebih sedikit. "Makin banyak orang, makin banyak uang, makin banyak konsumsi, tapi planetnya masih sama," kata Jason Clay.
Clay meminta para ilmuwan dan pemerintah mulai membuat perubahan dalam bagaimana makanan diproduksi. Para ahli populasi juga meminta lebih banyak pendanaan untuk program keluarga berencana, agar pertumbuhan manusia, utamanya di negara-negara berkembang, bisa lebih dikendalikan.
AFP/Dodi IR